Spiral of
silence theory di kenal juga dengan kesunyian,
dan sering juga disebut juga spiral kebisuan. Teori ini dikembangkan oleh
Elisabeth Noelle Neumann (1973,1980). Pada beberapa sumber Neumann di sebutkan
sebagai seorang sosiolog, peneliti politik, bahkan ada yang menyebutkan bahwa
Neumann adalah seorang jurnalis Nazi Jerman, dimana tulisan-tulisannya
mendukung rezim Hitler dan anti yahudi. Teori spiral kesunyian dianggapnya
sebagai buah karyan Neumann yang pemikirannya dipengaruhi oleh lingkungan Nazi
(Saverin & Tankard, 2001). Namun para ilmuwan lain lebih memilih untuk
memandang teori spiral kesunyian ini sebagai sebuah teori yang hendaknya
dipandang atau dinilai dengan prinsip-prinsip ilmiah.
![]() |
Elisabeth Noelle Neumann |
Teori ini
mendasarkan asumsinya pada pernyataan bahwa pendapat pribadi bergantung pada
apa yang dipikirkan atau diharapkan orang lain, atau apa yang orang
rasakan atau anggap sebagai pendapat dari orang lain. Orang pada umumnya
berusaha untuk menghindari isolasi sosial, atau pengucilan atau keterasingan
dalam komunitasnya dalam kaitannya mempertahankan sikap atau keyakinan
tertentu. Dalam hal ini terdapat 2 premis yang mendasarinya; pertama, bahwa
orang tahu pendapat mana yang diterima dan pendapat mana yang tidak diterima.
Manusia dianggap memiliki indera semi statistik (quasi-statistical sense)
yang digunakan untuk menentukan opini dan cara perilaku mana yang
disetujui atau tidak disetujui oleh lingkungan mereka, serta opini dan bentuk
perilaku mana yang memperoleh atau kehilangan kekuatan (Saverin & Tankard,
2001). Kedua, adalah bahwa orang akan menyesuaikan pernyataan opini mereka
dengan persepsi ini. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengekspresikan opini
kita dengan berbagai cara, tak selalu harus membicarakannya, kita mengenakan
pin atau bros, atau menempel stiker di belakang mobil kita. Kita berani
melakukan itu karena kita yakin bahwa orang lain pun dapat menerima pendapat
kita (Littlejohn, 1996).
Dalam
menghadapi sebuah isu yang dianggap kontroversial, orang akan membentuk kesan
tentang distribusi opini. Mereka mencoba menentukan apakah sikapnya terhadap
isu tersebut termasuk kedalam kelompok mayoritas atau tidak, apakah opini
publik sejalan dengan mereka atau tidak. Apabila menurut mereka opini publik
ternyata tidak sejalan dengan mereka, atau mereka masuk kedalam kelompok (yang
memiliki sikap) minoritas, maka mereka akan cenderung diam dalam menghadapi isu
tersebut. Semakin mereka diam, semakin sudut pandang tertentu tidak terwakili,
dan mereka semakin diam. Spiral kesunyian timbul karena adanya ketakutan akan
pengucilan atau keterasingan. Neumann mengatakan “mengikuti arus memang relatif
menyenangkan, tapi itupun bila mungkin, karena anda tidak bersedia menerima apa
yang tampak sebagai pendapat yang diterima umum, paling tidak anda dapat
berdiam diri, supaya orang lain dapat menerima anda” (Littlejohn, 1996).
Dalam hal
penentuan opini publik, media masa menjadi bagian yang penting dan kuat
walaupun para individu seringkali menyangkal hal ini. Tiga karakteristik
komunikasi masa, yaitu cumulation, ubiquity, dan consonance,
bergabung untuk menghasilkan dampak yang sangat kuat pada opini publik. Cumulation
mengacu pada pembesaran tema-tema atau pesan-pesan tertentu secara
perlahan-lahan dari waktu ke waktu. Ubiquity mengacu pada kehadiran
media masa yang tersebar luas. Consonance mengacu pada gambaran tunggal
dari sebuah kejadian atau isu yang dapat berkembang dan seringkali digunakan
bersama oleh surat kabar, majalah, televisi, dan media lain yang berbeda-beda.
Dampak harmoni adalah untuk mengatasi ekspos selektif, karena orang tidak dapat
memilih pesan lain, dan untuk menyajikan kesan bahwa sebagian besar orang
melihat isu dengan cara yang disajikan media.
Walaupun
opini publik pada hakikatnya adalah pandangan serta pemahaman pribadi terhadap
sebuah isu, namun mereka tak dapat membedakan dan menyangkal pengaruh media terhadap
pandangan mereka terhadap isu tersebut. Setiap orang atau individu biasanya
‘tidak berdaya’ di hadapan media. Ada dua alasan yang memprekuat
ketidakberdayaan individu dihadapan media; pertama, sulitnya mendapatkan
publisitas bagi suatu maksud atau sudut pandang; kedua, dikambinghitamkan oleh
media, dalam hal ini Neumann menyebutnya pillory function (fungsi
pasungan) dari media. Media mempublikasikan opini mana yang menonjol dan mana
yang tidak. Pada akhirnya seseorang akan sulit membedakan mana pemahaman yang
diperoleh dari media atau berasal dari saluran-saluran lainnya.
Dalam hal
menentukan distribusi opini publik, menurut Neumann, media masa memiliki 3
cara. Pertama, media masa membentuk kesan tentang opini yang dominan. Kedua,
media masa membentuk kesan tentang opini mana yang sedang meningkat. Ketiga,
media masa membentuk kesan tentang opini mana yang dapat disampaikan di muka
umum tanpa menjadi tersisih (Saverin & Tankard, 2001).
Dalam hal
‘keberanian’ seseorang untuk menyatakan pendapat, tentunya ada faktor-faktor
lain yang membedakan. Seseorang yang umurnya lebih muda cenderung lebih
ekspresif dibandingkan seseorang yang lebih tua. Kaum pria pada umumnya lebih
bersedia untuk mengemukakan pendapatnya dibandingkan wanita. Orang yang berpendidikan
lebih tinggi, lebih banyak berbicara dibandingkan yang berpendidikan rendah.
Dalam Littlejohn (1995), terdapat pula beberapa pengecualian dalam teori ini.
Mereka adalah kelompok-kelompok atau individu-individu yang tidak takut
dikucilkan dan bersedia mengemukakan opini mereka dengan tanpa memperdulikan
apapun akibatnya, suatu karakteristik dari para inovator, para pembuat
perubahan, dan kaum berfikiran maju.
Memang,
teori lingkaran kesunyian menggambarkan fenomena yang melibatkan baik saluran
komunikasi antarpribadi maupun komunikasi masa. Media mempublikasikan opini
publik, kemudian memperjelas opini mana yang menonjol. Selanjutnya,
individu-individu menyatakan opini mereka (atau tidak, bergantung kepada sudut
pandang yang menonjol). Dan selanjutnya, media kemudian melibatkan diri kedalam
opini yang diekspresikan tersebut, dan lingkaran itu terus berlanjut. Pada
beberapa fenomena, teori lingkaran kesunyian dapat pula menggambarkan bagaimana
sebuah ancaman-ancaman kritik dari orang lain merupakan suatu kekuatan yang
ampuh dalam membungkam seseorang.
Terdapat
beberapa kritik mengenai teori ini. Pada penelitiannya, Larosa (1991)
menunjukan bahwa dihadapan opini publik, orang tidak benar-benar selemah yang
dinyatakan Neumann. Larosa melakukan sebuah survey dimana dia menguji apakah
keterbukaan politik dipengaruhi tidak hanya oleh persepsi iklim opini seperti
yang dinyatakan olah Neumann, tetapi juga oleh variabel-variabel lain.
Variabel-variabel lain tersebut antara lain usia, pendidikan, penghasilan,
minat dalam politik, tingkat persepsi atas kemampuan diri (self eficacy),
relevansi pribadi dengan isi, penggunaan media berita oleh seseorang, dan
perasaan yakin seseorang dalam kebenaran pendapatnya. Hasil analisis regresi
menunjukan keterbukaan dipengaruhi oleh rintangan variabel demografi, tingkat
persepsi atas kemampuan diri, perhatian pada informasi politik dalam media
berita, dan perasaan yakin seseorang dalam posisinya, tetapi tidak dipengaruhi
oleh relevansi pribadi pada isu atau penggunaan media berita secara umum.
Rimmer dan
Howard (1990) dalam penelitiannya mereka tidak menemukan hubungan antara
penggunaan media dan kemampuan untuk memperkirakan dengan akurat pendapat
mayoritas berkenaan suatu isu. Namun Salwen, Lin, dan Matera (1994), dalam
penelitannya, mereka menemukan bahwa kecenderungan umum untuk berbicara lebih
berhubungan dengan persepsi opini nasional dan persepsi liputan media nasional
daripada dengan opini lokal atau liputan media lokal pada suatu isu tersebut.
Sumber :
Saverin, J.W., & Tankard,
J.W.Jr. (2005). Teori Komunikasi: Sejarah, metode, dan terapan di
dalam media masa. Jakarta:Kencana Prenanda media Group
Stephen W. Littlejohn. (1996). Theories
of Human Communication. New Jersey: Wadsworth Puublication
Rohim, S. (2009). Teori
Komunikasi: Perspektif, ragam, & Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta
0 komentar:
Post a Comment